BAB I
PENDAHULUAN
Laporan
ini diambil dari buku berjudul
”Ecological Literacy”, yang ditulis oleh Michael K. Stone dan Zenobia Barlow
Diterbitkan oleh Sierra Club Books, di
San Francisco pada tahun 1991.
Buku ini terdiri dari 4 chapter, yakni pertama tentang Visi, kedua tentang tradisi dan tempat, ketiga
hubungan, dan keempat aksi.
Buku ini berisikan berbagai saran praktis untuk mendeteksi dan
memperbaiki masalah-masalah pembelajaran. Secara singkat dapat disimpulkan
sebagai berikut :
"Ini
adalah buku yang luar biasa,
dimana
Zenobia Barlow dan Michael K.
Stone menyajikan esai yang merangkul teori, filosofi
dan praktek dengan semangat dan substansi Melek Ekologi. Mendidik Anak-anak kita untuk
Sustainable World merupakan hadiah yang
luar
biasa untuk pendidik lingkungan di mana-mana."
Upaya Zenobia Barlow dan Michael K. Stone untuk membangun dunia yang
berkelanjutan tidak dapat berhasil kecuali generasi mendatang belajar bagaimana
untuk bermitra dengan sistem alami untuk saling menguntungkan. Dengan kata
lain, anak-anak harus menjadi "melek ekologis." Konsep melek ekologi
dikemukakan oleh buku ini pencipta, Pusat Ecoliteracy di Berkeley, California,
melampaui disiplin pendidikan lingkungan. Hal ini bertujuan, kata David Orr
dalam kata pengantarnya, "menuju transformasi lebih dalam substansi,
proses, dan ruang lingkup pendidikan di semua tingkatan" familial, geografis, ekologi, dan
politik.
Buku ini mengungkapkan karya yang luar
biasa yang dilakukan oleh Pusat jaringan mitra. Dalam satu sekolah menengah, misalnya,
kuliner ikon Alice Waters mendirikan sebuah program yang tidak hanya memberikan
siswa makanan sehat tetapi mengajarkan mereka untuk alam dan dengan demikian
mempelajari siklus hidup dan aliran energi. Pekerjaan lain proyek siswa
dijelaskan di sini berkisar dari restorasi sungai dan eksplorasi DAS untuk
menghadapi isu-isu keadilan lingkungan.
Dengan
kontribusi dari para penulis terkemuka dan pendidik, Fritjof Capra seperti,
Wendell Berry, dan Michael Ableman, Literasi Ekologis mencerminkan pemikiran
terbaik tentang bagaimana dunia benar-benar bekerja dan bagaimana pembelajaran
terjadi. Orang tua dan pendidik di mana-mana akan menemukan sumber tak
ternilai.
Sebuah
jaringan pendidikan laporan reformasi pada proyek-proyek yang melengkapi
anak-anak sekarang dengan alat kesadaran ekologis dan sistem berpikir yang akan
membantu manusia hidup lebih lestari di muka bumi yang akan datang.
Berdasarkan isi dari buku ecological
literacy tersebut, kami membahas mengenai relationship. dimana relationship ini
menjelaskan mengenai langkah-langkah
revolusi:
membangun iklim untuk
perubahan; pembelajaran dalam konteks; kepemimpinan dan masyarakat belajar; mengubah segala sesuatu pemikiran
dan kami bisa melakukannya : proyek STRAW; menaikan seluruh anak-anak untuk menyukai
atau menggemari makanan yang sehat atau baik, diluar pabrik, pertanian dan
pendidikan pabrik di sekolah; dan renungan pembelajaran dalam Apel.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
LANGKAH-LANGKAH REVOLUSI: MEMBANGUN IKLIM UNTUK PERUBAHAN
Salah satu lembaga
selama ini dapat melakukan perubahan karena dengan adanya waktu, karena hal itu
maka perlu membangun hubungan, meskipun waktu itu sering tidak diperhitungkan atau dapat dianggap sebagai roda berputar oleh mereka yang ingin melihat hasil yang cepat.
Pusat Ecoliteracy
membuat suatu komitmen untuk membangun hubungan dalam pengelolaan kelas yang
diintegrassikan dengan lingkungan luar kelas seperti sekolah alam (kelas,
taman, dapur dan kafetaria) yang berfungsi mengubah jadwal kelas untuk
mengakomodasi kurikulum baru. Hal ini dapat membantu siswa lebih paham terhadap
suatu pengajaran ketika terjun langsung dalam kehidupan nyata.
Ketika seorang ahli
yaitu Neil Smith menceritakan tentang pengalamannya ketika datang kesuatu
sekolah yang disiplin siswanya kurang dan kondisi gedungnya yang tidak baik,
maka ia mencoba untuk membantu guru yang ada disekolah itu agar bisa melakukan
perubahan. Perubahan ini bisa terlaksana apabila mempunyai tujuan yang sama
penting dan ada kerjasama satu dengan yang lainnya. Perubahan tersebut tidak
bisa terjadi secara cepat. Perubahan itu terjadi melalui berbagai proses dan
waktu yang tidak singkat. Ia berharap bahwa guru dan siswa tidak akan pernah
menyerah terhadap tantangan yang menimpa mereka dan bisa mengatasinya. Tantangan
atau masalah yang sering terjadi di sekolah yaitu diantaranya kegagalan
akademis dan perilaku.
Untuk mengatasi masalah
yang ada disekolah maka dibutuhkanlah sebuah revolusi. Di dalam revolusi,
perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih
dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Maka
dari itu, didirikanlah sebuah komite revolusioner yang dirancang untuk menjadi
sebuah kelompok fakultas. komite revolusioner ini mulai fokus untuk mencari
solusi yang kemudian akan dibawa kembali pada seluruh guru. Komite revolusioner
menetapkan waktu dan upaya untuk bekerja melalui masalah dan kemudian
dijalankan oleh guru.
Kemudian Neil Smith
mengundang Alice Waters untuk berbicara dengannya mengenai ide untuk perubahan
sekolah. Ketika bertemu dengan Alice, ternyata Alice sudah mempunyai visi
sebuah sekolah alam kedalam program makan siang disekolah, dengan siswa
menggunakan produk segar untuk makan siang. idenya Alice merupakan salah satu
yang memberdayakan anak – anak yang bisa memberikan dampak positif pada iklim
sekolah dan Kurikulum Sekolah. Maka dari itu didirikanlah Edible Schoolyard
yang didirikan oleh koki dengan aktivis Alice Waters melalui Yayasan Panisse
Chez.
Schoolyard atau sekolah
alam sangat melibatkan siswa dalam semua aspek pertanian kebun dalam
menyiapkan, menyajikan, dan makan makanan sebagai sarana membangkitkan indera
mereka dan mendorong kesadaran serta apresiasi terhadap nilai-nilai
transformatif makanan, masyarakat, dan pengelolaan tanah. Di Edible Schoolyard
ini meliputi taman dan pengaturan ruang kelas dapur dan menyediakan lingkungan
untuk siswa di mana untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari dalam
matematika tradisional, ilmu pengetahuan, dengan humaniora kelas. Kepala Sekolah dalam perkebunan ini berfungsi sebagai
model untuk program afiliasi Schoolyard lain yang sedang didirikan di seluruh
negeri. Saat ini ada program afiliasi yang berlokasi di New Orleans, Los
Angeles, San Francisco, Greensboro, dengan Brooklyn.
Pada tahun 1994, Waters,
yang diakui potensi dalam plot yang tidak terpakai tanah di belakang sekolah,
bertemu dengan Neil Smith, maka kepala sekolah Middle School, untuk membahas kemungkinan mengubah
ruang menjadi sebuah proyek taman yang akan melibatkan siswa, guru, dan masyarakat.
Perencanaan untuk taman Schoolyard dan kelas memasak setelah sekolah dimulai
pada tahun 1995, dan ditawarkan pada tahun ajaran 1995-1996. Pertama pada program musim panas Schoolyard
ditawarkan pada akhir tahun ajaran ini. Program memasak ini menggunakan produk organik dari
peternakan setempat sampai tahun
1997,
ketika mereka mulai menggunakan hasil panen dari kebun Schoolyard yang sekarang
berkembang. Selama tahun ajaran 1996-1997 Schoolyard diperbaharui menjadi Kelas dapur, yang menyediakan ruang dan
peralatan untuk kelas memasak di sekolah.
Selama tahun ajaran
1998-1999, dua posisi Americorps ditambahkan ke taman dan dapur staf dan kepala sekolah di Sekolah
Menengah . Posisi ini dibentuk untuk mendukung bahwa kelas dapur dan taman yang
sekarang terjadi untuk semua kelas
dari mulai kelas 6, 7, dan 8. Pada tahun 1999, Berkeley
Unified School District mengadopsi kebijakan pangan sekolah yang menekankan pada penggunaan makanan organic yang dijadikan makan siang di sekolah.
Pada
tahun 2004, Berkeley Unified School District bergabung dengan Pusat
Ecoliteracy, Rumah Sakit Pusat Penelitian Anak Oakland, dan Panisse Yayasan
Chez untuk mendirikan School Lunch Initiative, sebuah program komprehensif yang
mencakup reformasi makan siang di sekolah yang ada hubungannya dengan dapur yang
sedang berlangsung di
taman program di Berkeley sekolah District Bersatu. Inisiatif ini menekankan
hubungan antara pendidikan makanan, perbaikan sekolah makanan, dan pengetahuan
siswa yang berkaitan dengan pilihan makanan. Pada tahun 2004, Ann Cooper
dipekerjakan untuk mengarahkan program pelayanan makanan untuk District Berkeley Unified School. Makanan olahan
yang sebagian besar dihilangkan dari menu makan siang di sekolah, dan produk
lokal menjadi pusat untuk semua makanan di
sekolah.
Visi
suatu reformasi akan semakin luas apabila mencakup banyak cara untuk sampai ke
akhir bahwa setiap anak dalam pendidikannya akan memiliki semangat mengenai
belajar, apabila diperlukan baik di sekolahnya
siswa akan merasa aman apabila setiap gurunya memberdayakan untuk membantu
merancang dan menciptakan pembelajaran masyarakat. Reformasi ini terjadi pada
setiap jenjang yang berbeda, sekolah ini dijadikan tempat yang aman untuk anak
– anak dan nampaknya sangat penting juga bagi seorang guru untuk merasa aman
dalam mengekspresikan ide – ide Edible schoolyard yang merupakan contoh sekolah yang
baik, sekolah ini memiliki kurikulum dan program sekolah yang sangat bagus.
Guru-guru di Edible Shoolyard sangat bertanggung jawab kepada siswanya. Mereka
memperlakukan siswanya dengan baik, tidak memanjakan mereka seperti bayi,
tetapi memelihara mereka sebagai pelajar dan membantu mereka dalam proses perkembangannya
. Edible Schoolyard juga memiliki staf guru yang benar-benar berkomitmen untuk
meningkatkan kualitas di sekolah tersebut.
Edible
Schoolyard memiliki konsep sekolah yang berbeda dengan sekolah lain. Edible
Shoolyard mempunyi konsep sekolah seperti sekolah alam, dimana setiap
pelaksanaan belajar selalu melibatkan lingkungan alam disekitar mereka. Edible
Schoolyard telah membantu mengubah budaya sekolah. Untuk meraih minat anak-anak
di sekolah dengan memberi mereka pengalaman dengan rekan-rekan mereka dan guru
mereka. Ini menarik anak-anak untuk belajar. Dan itu membuat anak-anak
menyadari bahwa belajar bukan hanya melalui buku, tapi hidup itu adalah tentang
belajar.
Misi
dan Tujuan dari Schoolyard
Misi
Schoolyard Edible adalah "untuk menciptakan dan mempertahankan pemandangan kebun organik yang
sepenuhnya terintegrasi ke dalam kurikulum sekolah, budaya, dengan program
pangan." ESY bertujuan untuk melibatkan siswa dalam pengalaman penanaman, panen, mempersiapkan,
dan berbagi makanan sebagai sarana pembinaan pengetahuan tentang makanan dan system makanan, meningkatkan pilihan makanan
siswa, dan menghubungkan siswa ke lingkungan, dan masyarakat mereka. Hal ini
juga bertujuan untuk melibatkan para siswa dengan meningkatkan pengalaman
pendidikan mereka melalui kegiatan di taman dan ruang kelas dapur. Sesuai
dengan tujuan ini, semua siswa di King Middle School berpartisipasi dalam
program dapur dan taman. Pelajaran
di taman
terkait dengan kurikulum dan standar sains dan matematika, sementara pelajaran
dapur terkait dengan humaniora dan
standar kurikulum.
Prinsip
dalam Schoolyard
Dalam
rangka mencapai misinya, ESY menganut lima prinsip:
- Partisipatif:
model ESY praktek-praktek berkelanjutan bagi siswa dan secara aktif
melibatkan mereka dalam kegiatan yang menghubungkan makanan, kesehatan,
dan lingkungan.
- Terpadu:
Kelas dapur dan taman ESY diintegrasikan ke dalam matematika, sains,
dengan humaniora kurikulum.
- Bersama:
ESY memungkinkan siswa untuk berbagi makanan dan pengalaman satu sama
lain, guru-guru mereka, dan relawan masyarakat ESY.
- Lezat: ESY
mengajarkan siswa bagaimana untuk tumbuh dan menyiapkan makanan yang organik,
lokal, dan musiman.
- Indah:
ESY dirancang untuk menginspirasi siswa dan menekankan pribadi dan
tanggung jawab sosial, serta berfungsi sebagai model untuk afiliasi ESY.
Kurikulum
ESY
Kurikulum
ESY dirancang untuk melibatkan para siswa dan mengajarkan mereka pelajaran yang
melibatkan makanan, masyarakat, kesehatan, dan lingkungan. Pelajaran juga
dirancang untuk mengintegrasikan konsep yang diajarkan dalam matematika
tradisional, ilmu pengetahuan, dan kelas humaniora. Beberapa konsep inti yang
diajarkan di Schoolyard meliputi: siklus, musiman, dan perubahan,
keberlanjutan, dampak lingkungan dan pribadi pilihan makanan, dan kesehatan
melalui pengetahuan pilihan yang sehat.
Kurikulum
ESY juga dirancang untuk melibatkan para siswa di berbagai tingkatan kelas. Siswa
kelas 6 SD, yang mungkin lebih baru untuk konsep Schoolyard berpartisipasi di
dapur dan kelas taman, sedangkan siswa kelas 8 di King Middle School
berpartisipasi dalam kelas yang lebih maju, seperti yang melibatkan penggunaan
di luar ruangan oven pizza ESY itu. Kelas untuk semua tingkatan termasuk
penggunaan kelas sesuai kurikulum sekolah berbasis standar, seperti menggunakan
aljabar untuk resep skala atau menggunakan pengalaman ESY untuk menginspirasi
puisi atau menulis esai.
Meski kurikulum tetap mengacu kepada Depdiknas,
sekolah alam mengembangkan konsep sekolah berbasiskan alam.Metode belajar
mengajarnya lebih banyak menggunakan action learning atau belajar aktif.
Metode sekolah ini berusaha mengembangkan pendidikan
bagi seluruh umat manusia dan belajar dari seluruh makhluk hidup di alam ini. Sekolah model ini tidak hanya dilengkapi
laboratorium serta perangkat komputer lengkap, namun juga sekolahnya dibuat
sebagai bagian dari alam terbuka. Ruang belajarnya berupa saung, pepohonan
rindang dibiarkan tumbuh di tiap sudut sekolah, serta kelengkapan sarana
eksplorasi, seperti, rumah pohon, papan climbing, lapangan bola dan arena
flying fox. Di sekolah ini, anak-anak didekatkan dengan alam melalui suasana
dan sarana yang memang sengaja dirancang untuk menumbuhkan kecerdasan natural
anak.Seperti, bermain outbound, bercocok tanam, beternak, bermain sepakbola,
dan menggambar.
Penggunaan alam sebagai media belajar ini,
mengajarkan anak untuk lebih aware dengan lingkungannya dan mengetahui aplikasi
dari pengetahuan yang dipelajarinya, tidak hanya sebatas teori. Ini juga yang
menjadi kelebihan dari sekolah alam dibandingkan dari sekolah biasa atau
sekolah umum. Menurut seorang psikolog perkembangan anak, Efrina Djuwita,
sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja, sebab mereka
juga dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka dapat dan pelajari dari
alam. Sedangkan sekolah biasa, lebih banyak menggunakan sistem belajar mengajar
konvensional, di mana para guru menerangkan dan siswa mendapatkan pengetahuan
hanya dengan mengandalkan buku panduan, dan jarang diberikan kesempatan untuk
mengalami langsung atau melihat langsung bentuk pengetahuan yang dipelajarinya.
Peraturan yang diberlakukan di sekolah alam biasanya tidak seketat peraturan
sekolah umum, seperti siswa harus duduk rapi mendengarkan guru dan mendapat
hukuman jika tidak mengerjakan tugas atau PR. Bahkan, di beberapa sekolah alam,
jarang atau bahkan tidak menerapkan pemberian tugas atau PR.
Namun bukan berarti siswa tidak diajarkan bentuk
tanggung jawab. Jika PR merupakan wujud tanggung jawab dari sekolah umum, di
sekolah alam pengajaran tentang disiplin diri dan tanggung jawab diajarkan
melalui cara dan kegiatan yang berbeda, misalnya membiasakan diri mengantri
barisan saat akan mencuci tangan, dan bekerjasama dengan teman sebaya dalam
mengerjakan tugas atau kegiatan outbound lainnya. Selain itu, sistem ranking
juga tidak diberlakukan di sini, karena bukan menjadi satu tolak ukur prestasi
siswa. Justru sekolah ini memacu semua siswanya untuk mengembangkan potensi dan
bakatnya masing-masing. Soal biaya bervariasi, meski ada juga beberapa sekolah
alam yang gratis, seperti sekolah alam Kandank Jurank Doank, milik presenter
sepakbola terkenal Dik Doank. Persyaratan masuk sekolah ini pun sangat mudah,
yaitu calon siswa dan siswa tidak boleh membuang sampah sembarangan serta
mengisi formulir yang diberikan oleh pengelola. Sekolah Alam Indonesia yang
berada di Jalan Anda, Ciganjur, Jakarta Selatan, pun menyediakan pendidikan
gratis bagi siswa yang tidak mampu. Sekolah ini menerapkan perubahan luar biasa
dalam dunia pendidikan Indonesia yang mencakup perubahan sistem, metode, target
pembelajaran, serta perubahan paradigma pendidikan secara menyeluruh.
Dalam membentuk logika ilmiah, digunakan metode
spider-web, alam & bisnis sebagai media belajar. Guru memfasilitasi siswa
berinteraksi dengan alam dengan rangkaian tema / projek pembelajaran sedemikian
rupa sehingga anak mendapatkan pemahaman yang holistik tentang alam semesta.
Dalam membentuk jiwa kepemimpinan, digunakan metode
out-bound sebagai media belajar. Guru melakukan aktivitas out-bound secara
praktis bersama siswa. Dalam membentuk jiwa wirausaha, digunakan metode magang
agar murid berinteraksi dengan unit, pelaku dan lingkungan bisnis. Selain dekat
dengan alam, kebanyakan sekolah alam mengajarkan anak untuk belajar secara
aktif. Anak bukan hanya dijejali dengan pelajaran seperti di sekolah biasa,
tapi juga diperkenalkan bendanya secara kongkrit (langsung diperlihatkan, anak
bisa memegang, mencium baunya, memindahkan bendanya, dan lain-lain) sehingga
pemahaman anak lebih komplit dan bisa ingat lebih lama. Selain itu, ketika anak
sedang tertarik pada suatu hal, anak bisa langsung bertanya dan guru bisa
langsung menjelaskan, sehinggaminat anak langsung mendapatkan tanggapan yang
positif.
Mengenai konsep pembelajaran, sekolah alam memadukan
antara kurikulum sekolah internasional, kurikulum depdiknas, dan kurikulum khas
sekolah alam. Rapor yang diberikan kepada siswa ada dua, yaitu rapor akademis
sesuai standar diknas dan rapor khas sekolah alam berupa portofolio siswa. Pada
dasarnya materi yang diberikan di sekolah alam sama dengan sekolah biasa, namun
metode penyampaiannya menggunakan sistem spider web atau tematik. Bila dalam
membentuk logika ilmiah digunakan metode spider web, maka dalam membentuk jiwa
kepemimpinan digunakan metode outbound. Mungkin outbound ini yang paling
dikenal orang dari sekolah alam. Banyak orang yang lebih mengenal sekolah alam
sebagai sekolah yang “ngajarin” siswanya untuk “manjat-manjat”.
2.
BELAJAR
DALAM KONTEKS
Dalam
buku Ecologica literacy “Sebuah revolusi
dalam pendidikan berlangsung dan itu di mulai di tempat yang tidak
memungkinkan.” Buku ini menjelaskan tentang gambarkan revolusi dan
proyek pendidikan yang terjadi dibanyak sekolah. Pusat Ecoliteracy telah
membantu pendidik mengidentifikasi cara mengajar kreatif dengan konteks taman
bermain, taman, atau sungai-sungai terdekat dimana anak-anak dapat menyeberang
ke alam, mengembangkan lampiran emosional dan estetika ke dunia alam, dan untuk
melatih melek ekologi. Contoh-contoh belajar melalui konteks:
1.
Belajar
di Taman Sekolah
Banyak
murid yang diduga kecanduan makanan cepat saji, mereka tidak menyadari bahwa
makanan seperti brokoli
ketika tumbuh dapat dipanen, dan dapat dimasak oleh siswa Schoolyard.
"Ketika
anak-anak belajar
dan mempersiapkan makanan yang
akan
mereka makan, hampir semua
makanan menarik perhatian anak. Kebiasaan gizi seumur hidup yang
anak-anak peroleh
dari program makanan di
sekolah tidak berakhir dengan makan-makanan yang lebih baik. Sebuah kurikulum
sistem pangan mempromosikan pemahaman tentang darimana makanan itu berasal dan
bagaimana siklus alami yang menghasilkan ini."- Marilyn Briggs.
"Rethking School Lunch."
2.
Belajar
di Batas Air
Siswa melakukan pekerjaan restorasi
sungai di dekat peternakan, mereka belajar tentang interaksi spesies dalam
ekosistem sambil membantu melestarikan udang air tawar California yang terancam
punah. "Siswa dapat melihat hasil dari
penanaman pohon. Mereka akan menanam pohon yang memiliki cabang 3-4 meter.
Dalam dua tahun, apa yang mereka tanam akan menjadi pohon-pohon kecil. Mereka
menstabilkan tanah. Tanaman yang mereka tanam akan memberikan keteduhan untuk
mendinginkan penguapan air. Sarang Burung di dalamnya membawa bibit pohon lain, seperti bibit pohon.
("- Laurette Rogers, quoted in
Michael K. Stone, “’It Changed Everything We Thought We Could Do’”)
3.
Belajar
di Kelas dapur
Dalam
kelas dapur The Edible Schoolyard di Berkeley, berbagai macam makanan di atas
meja telah disiapkan,
dengan taplak meja berwarna-warni dan vas bunga mengingatkan anak-anak tentang
peran makanan dalam memperkaya komunitas manusia. “Disini
kita dapat mengajarkan anak-anak kita
tentang nilai-nilai kehidupan dan dunia
di sekitar kita. Makanan dapat mengajarkan kita hal-hal yang benar-benar
penting, seperti perawatan, kecantikan, konsentrasi, penegasan, sensualitas,
dan semua yang terbaik untuk manusia.”- (Alice
Waters. “Fast Food Values and Slow Food Values”)
4.
Belajar
dari Pemandangan Sekolah
Membangun
gudang peralatan bal jerami untuk taman sekolah baru, pekerjaan ini membutuhkan
usaha dan kerjasama dari seluruh komunitas sekolah di Martin Luther King Middle
School di Berkeley.
"[Para
pemandangan sekolah] merupakan bagian dari
masyarakat, dan itu adalah bagian dari kurikulum di mana anak-anak belajar
tentang dunia dan mulai dari mana mereka berada. Anak-anak, anggota staf, dan
orang tua mengubah area halaman sekolah menjadi sumber daya pendidikan."–( Jeanne Casella, “Leadershit and the
Learning Community”.
- Belajar di tempat bermain
Seorang anak bangun dan menemukan kehidupannya
di tempat bermain di sebuah sekolah dasar perkotaan di San Francisco.
"Pengamatan dari dekat sangat
penting untuk pengembangan bakat yang dimiliki
anak, seperti bakat menjadi artis, ilmuwan,
penulis, serta matematika,
humoris, penemu, dan
banyak lagi." – (Kerry
Ruef, "The Secret).
- Belajar melalui Seni di Alam
Siswa membuat seni dari
keterlibatan mereka dengan alat dan
bahan di taman sekolah menengah Berkeley. "Menggabungkan
ilmu dan seni. Kedua disiplin mengandalkan pengamatan,
pola penanalan, pemecahan masalah,
eksperimen, dan berpikir dengan anology ("-
Pamela Michael," Membantu Anak Jatuh Cinta dengan Bumi ". )
- Belajar di Daerah
Pertanian
Banyak anak pernah memakan makanan yang tidak berasal dari kotak atau kaleng. Kunjungan
ke pertanian daerah, membiarkan mereka mengenal asal-usul makanan yang mereka makan. "Sebagian
besar masyarakat kita tidak lagi tahu apa dan bagaimana rasanya menarik wortel dari
tanah, atau memakan semangka yang
masih segar, atau mengunyah
kacang yang begitu nikmat". – (Michael
Ableman, "Raising Children Whole Apakah
Seperti Raising Good Food").
3.
KEPEMIMPINAN DAN MASYARAKAT BELAJAR
Seseorang berjalan melalui sekolah di Mary
E. Silveira School,
sekolah multiras dari sekitar
empat ratus siswa di pinggiran kota San
Rafael, California. Sekolah
tersebut memberikan petunjuk, petunjuk itu berisi mengapa Pusat dari Ecoliteracy memilih
sekolah ini sebagai salah satu sekolah
SD teladan (dan
mengapa hal itu bernama Sekolah California Terkemuka).
Pada sekolah ini terdapat
fasilitas-fasilitas diantaranyanya yaitu kolam berbentuk
kacang, kedalaman kolam sekitar 6
atau 8 kaki, dirancang
dengan bantuan siswa, guru, dan
orang tua yang terkait. Kolam
tersebut yaitu rumah bagi kura-kura,
ikan, dan tumbuhan yang kompatibel,
adalah tempat kedamaian dan keindahan, serta terdapat kelas dan laboratorium. Adapula sebuah lapangan bermainnya yaitu taman.
Sekolah tersebut biasanya bersifat refleksi fleksibel, kepemimpinannya
kreatif. Janne Casella, pricipal Silveira, adalah salah satu dari para pemimpin sekolah tersebut. Kami sebagai pihak sekolah pertama kali berhubungan dengan dia, ketika dia menjadi kepala sekolah dasar dan sekolah menengah di pedesaan
Laytonville, California. Dia telah menjabat sebagai pengawas mahasiswa di Dominican University dan Bekerja dengan dua
belas sekolah sebagai spesialis
pengembangan untuk Mendocino County
Of fice Pendidikan.
Fritjof Capra telah mengamati bahwa mengintegrasikan kurikulum melalui proyek-proyek berorientasi ekologis hanya
memungkinkan sekolah menjadi komunitas belajar yang benar. Dalam sebuah kelompok belajar guru, siswa,
administrator, dan orang tua yang terkait semua saling bekerjasama untuk memfasilitasi belajar.
Sekolah merupakan bagian dari kurikulum di
mana anak-anak belajar tentang
dunia, mulai dari mana mereka berada. Anak-anak
diberi sedikit kesempatan untuk mengamati dan berinteraksi dengan satwa liar. Kami ingin membantu anak-anak membangun etika lingkungan
yang kuat, sehingga mereka tumbuh
menjadi orang dewasa yang menghargai
dan merawat bumi.
Melalui program Ecostar ini kami,
anak-anak, anggota staf, dan orang tua
mengubah daerah halaman sekolah ke sumber daya pendidikan atau ruang kelas di luar ruangan. Hal
tersebut dilakukan untuk mempelajari siklus
hidup dan adaptasi organisme.
Kaitlyn Silveira dan James
mengatakan bahwa Ketika
belajar berada di dalam kelas dan mempelajari tentang
tanaman, maka mereka hanya mengetahui jenis tanamannya
seperti ini. Akan tetapi jika berada di luar
kelas dan dapat
melihat, mengamati
tanaman tersebut, maka akan lebih memahami jenis tanaman tersebut.
Dalam proses pembelajaran ini
siswa perkelas dibagi-bagi untuk
melaksanakan proses pembelajaran yang baik diantaranya yaitu siswa kelas pertama
membantu pertumbuhan dan panen pangan di taman sekolah,
Siswa kelas dua berpartisipasi dalam
program STRAW, melakukan pelestarian habitat ikan
salmon di sebuah sungai di dekat
sekolah. Siswa kelas tiga mengelola kotak sampah kompos
cacing di mana siswa mendaur ulang
limbah buah dan sayuran dari
cafetaria untuk menciptakan tanah untuk taman sekolah. Siswa kelas empat menanam tanaman bunga dan memelihara taman sekolah.
Siswa kelas lima bertanggung jawab untuk
pemeliharaan dan pengujian kualitas
air di kolam sekolah. Dan setiap kelas enam memberikan
kontribusi ke kebun dengan
mencabut rumput liar, menyebarkan
penanaman dari stek dan biji, atau membantu dengan plot masyarakat.
4.
MENGUBAH
SEGALA SESUATU PEMIKIRAN DAN KAMI BISA MELAKUKANNYA : PROYEK STRAW
(“IT CHANGED EVERYTHING
WE THOUGHT WE COULD DO” : THE STRAW PROJECT
Kisah ini
menceritakan tentang para siswa dan guru yang memiliki peranan penting dalam
sejarah STRAW karena jaringan STRAW ini meliputi siswa,guru, administrator
sekolah, peternak, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga pemerintah.
Bagian
penting dari cerita ini adalah membangun hubungan cermat
yang dibutuhkan, misalnya untuk saling percaya di antara para peternak, aktivis
lingkungan, dan anak sekolah. Bagian lain adalah upaya berkesinambungan yang
dibutuhkan untuk memelihara jaringan mengenai program tahunan ,Program Mingguan Aliran Sungai Melalui
Media STRAW ini.
Proses yang dilakukan dalam proyek ini yaitu melibatkan beberapa kombinasi
tentang penyusunan kurikulum yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk melengkapi makna yang seringkali kompleks, selain itu adanya
proyek ini membantu meningkatkan inisiatif siswa, kepemimpinannya serta
partisipasi yang mendefinisikan dan mengatasi masalah untuk memilih dan
mengelola proyek tersebut, dan hasil dari pembelajarannya dapat ditentukan
sebelumnya.
Rogers
mengarahkan peserta didik untuk melihat pertumbuhan yang subur pada penanaman
asli. Kemudian mereka dibagi
menjadi empat kelompok, tiap masing-masing kelompok didampingi oleh seorang
guru atau orang tua yang kemudian dipimpin oleh seorang staf dari Prunuske
Chatham, mereka menganalisis, mengamati, memperhatikan. Rogers belajar suatu
pelajaran penting pada tahun pertama. Kebanyakan orang berpikir bahwa usia
sembilan dan sepuluh tahun perlu melihat berbagai segala keuntungan dengan
segera. Tapi peserta didiknya bekerja selama enam bulan, mereka terus fokus
bahkan setelah itu mungkin akan memakan waktu lima puluh sampai seratus tahun
lamanya untuk memilih restorasi yang lebih signifikan dan berdampak pada
habitat dari spesiesnya.
Peserta
didik menganalisis data untuk masing-masing habitat dari salah suatu spesies tersebut. Mereka
bekerja selama dua jam dalam seminggu. Siswa belajar tentang spesies yang
terancam punah dikarenakan kerusakan pada habitatnya.
Pada
tahun 1999, NGO bergabung dengan (PRBO),.
“ekosistem tersebut mudah untuk dipelajari, mudah untuk dilihat, dan mudah juga untuk diukur. Kemudian Laurette Rogers menulis dalam bukunya bahwa apa yang dilakukan siswa
dalam kegiatan tersebut yaitu untuk meringkas dan mengerjakan kegiatan tersebut.
Tujuan Dari Jaringan STRAW ini adalah:
- Untuk mengajarkan dan mempraktekkan
prinsip-prinsip ekologi
- Untuk meningkatkan kesadaran
lingkungan anak-anak dan meningkatkan pelayanan
- Untuk mengintegrasikan bidang studi
seperti sains, matematika, dan ilmu social
- Untuk menanamkan pada siswa rasa
kepemilikan, kebanggaan, dan tanggung jawab
- Untuk berkolaborasi dengan dan
menggalang dukungan dari mitra masyarakat (seperti Master Gardeners, Bay
Model, California Departemen Ikan dan Game, Marin Konservasi Corps, dan
Pusat Ecoliteracy)
Salah
satu contoh dari jaringan STRAW ini yaitu dengan pembangunan kolam. Membangun
kolam adalah bagian dari visi kami untuk menunjukkan siswa bahwa ilmu
pengetahuan ada di sekitar kita. Penelitian telah menunjukkan kepada kita waktu
bahwa anak-anak belajar paling baik dengan melakukannya. Dalam menciptakan dan memelihara
kolam, siswa kami berpartisipasi dalam ilmu kehidupan nyata. Ini adalah situs
berbasis praktik
pendekatan berorientasi solusi untuk pendidikan lingkungan yang mengajarkan
melek ekologi serta membangun tim, berpikir kritis, dan pemecahan masalah dalam
pengaturan dunia nyata. Proses ini memungkinkan siswa untuk mengalami ekologi
tangan pertama. Misalnya, dalam membangun kolam mereka, siswa mengembangkan
pemahaman tentang berbagai cara bahwa desain interkoneksi sistem alam dan
lingkungan dibangun. Proyek EPBL, seperti menciptakan habitat kolam, membantu
siswa memperoleh pemahaman tentang cara di mana keputusan sehari-hari
mempengaruhi kesejahteraan tempat yang mereka huni.
5.
MENAIKAN
SELURUH ANAK-ANAK UNTUK MENYUKAI ATAU MENGGEMARI MAKANAN YANG SEHAT ATAU BAIK,
DILUAR PABRIK, PERTANIAN DAN PENDIDIKAN PABRIK DI SEKOLAH
Michael Ableman menulis “makanan mengungkapkan perasaan”
yang berlandaskan lokal, biologi, hubungan antar pribadi, dan hubungan
ekologis. Yang akan menjadi satu rangkuman bijak dari motivasi, banyak yang
mendeskripsikan beberapa buku yang memberikan gambaran tentang pendidikan dan
bertani sesuai dengan model industri, perbedaan antara belajar-mengajar,
pengenalan anak-anak, dan yang paling penting pembelajarannya melalui
observasi.
Ableman adalah seorang peladang, penulis,
fotografer, organisator, dan salah satu pendidik yang luar biasa. Dia mendirikan dan
mengarahkan Pusat untuk Pertanian Perkotaan di Taman Fairview di Santa Barbara,
salah satu pekerjaan bertani di perkotaan dan juga membuat komunitas
Pendidikan. Dia ingin menjadikan Negaranya berhasil menanamkan pertanian di
perkotaan dan melestarikan tanah pertanian. Hal tersebut berlalu lebih dari dua
puluh tahun, telah banyak ribuan siswa menanam tumbuhan organik yang menghasilkan cara alternatif untuk
penanaman bahan pokok. Dari hasil pertanian dan pembangunan, Ableman membuat
konservasi dalam pertanian secara aktif dan inovatif.
Pada tahun 1984 Ableman pergi ke Cina, dia mengamati sistem
pertanian tradisional yang telah dipakai selama ribuan tahun. Dari pengalaman
ini dia terinspirasi melaksanakan perjalanan dunia untuk merasakan berbagai
macam budaya.
Aku
adalah peladang lebih dari dua puluh lima tahun, dua puluh tahun pada plot yang
sama. Aku telah habiskan banyak waktu untuk Pendidikan sebagai murid dan
sebagai induk pengajar, memimpin orang-orang muda dalam suatu program. Selama
itu, Aku temukan kekaguman antara pertanian dan Pendidikan, dua versi yang
telah memberikan dukungan untuk hidupku.
Bukan masalah berapa lama seseorang telah
bertani, karena bertani harus disusun dari baris lurus, dengan meletakan apa
yang akan mereka tanam, mengontrolnya setiap hari, dan petani yang baik harus
memahami ilmu pertanian.
Aku yakin sukses sebagai peladang
dan bertani dengan apa yang telah aku pelajari dari Budha Zen untuk melihat dan belajar dari apa
yang aku alami.
Ketika
aku mengawali bertani, aku memerlukan magang untuk menyusun satu buku catatan
dan bertani beberapa kali dalam satu minggu, hanya untuk mencatat apa yang
belum aku pahami. Aku menginginkan semua petani untuk mengembangkan apa yang
aku pertimbangkan, tentang pertanian keterampilan, observasi, dan aku ingin
semua petani untuk mempelajari biologi.
Aku senang belakangan ini banyak
yang membicarakan pendidikan, pejabat pemerintah, jurnalis, aktris, calon
politis. Mereka semua seperti pakar pendidikan, tapi berapa banyak yang
melakukan pengamatan terus pada system pendidikan
kita?
Sejak
kecil aku telah bertani dan aku memutuskan bahwa itu adalah Pendidikan, karena
aku berhenti sebelum selesai sekolah menengah. Walau aku tidak mempunyai
izazah, aku telah menulis tiga buku, dan aku memberi kuliah pada beberapa
universitas dan institusi.
6.
RENUNGAN DI APPLE :
JANE
BROWN
Kita
menyukai apel, orang menanam apel dengan berbagai macam upaya dalam jangka
waktu ribuan tahun lalu. Pertumbuhan apel tergantung pada hewan penyerbuk,
biota mikroskopis, usaha para petani, nutrisi air, dan sinar matahari. Jane Brown adalah aktivis keamanan
pendiri dan presiden Marin makanan Dewan kebijakan dan Wakil presiden Marin
organik. Dia adalah
seorang petani organik
dikenal dengan 50 variasi tomat, 250 variasi mawar, paprika bunga matahari dan
melon. Brown
juga merupakan pelopor pusat jaringan nasional yang beranggotakan aktivis
makanan untuk membawa pengetahuan tentang lahan pertanian, dan membantu
membentuk sistem proyek pangan.
Di
kawasan California utara,
awal musim gugur sudah mulai memanen apel, sedangkan di Roma apel terkenal
dengan kecantikannya. Tradisi unik terdapat di Ladakh sebelum makan kita
meluangkan waktu untuk menutup mata, bersyukur atas makanan dan membanyangkan
wajah orang
yang berjasa bagi kita. Begitu
pula saat akan memakan apel, banyangkan bahwa apel berasal dari nenek moyang asia barat di Turkmenistan,
Uzbekistan, Tajikistan, Afghanistan, dan di seluruh pegunungan Coucasus yang
telah menanam apel sejak milyaran tahun yang lalu melalui sistem pertanian.
Apel
asli terkenal dengan crabapple sirebian, sering dimakan burung gagak, puyuh,
dan kelelawar selalu menyebarkan bijinya jadi tersebarlah apel ini diseluruh
dunia. Apel masih mempunyai ikatan keturunan dengan fir, quince, rosacea,
stobery, gooseberry. Setelah banyak masyarakat yang menyukai apel, mereka mulai
mengambil benih untuk menanamnya di ladang mereka. Seiring waktu apel
dikembangkan oleh Buruh dari lembah ohio dan menjadi khas yang terkenal dengan
rame township ohio. Akan tetapi Setelah banjir pada tahun 1884 apel dari Ohio
mengalami kerusakan, dan perkembangan terjadi di Roma setelah itu terkenalah red roma.
Apel
akan tumbuh subur jika ditanam pada musim dingin dan ini akan menghasilkan
rezeqi untuk para petani. Selain itu banyak organisme di dalam tanah yang belum
kita kenal yang berpengaruh besar terhadap perkembangan apel, jadi dari tanah
kita bisa memenuhi kebutuhan kita. Jika tanpa Organisme dalam tanah apel tidak
akan tumbuh, dan jika tidak ada lebah maka tidak akan ada penyerbukan terhadap
apel.
Setelah apel dipanen, petani melakukan jual beli
di pasar, petani melindungi dan memelihara pohon buah mereka serta para anak
muda yang tertarik pada pertanian untuk membantu petani. Memakan apel
mengingatkan perjuangan para petani untuk menanam apel, tanpa mereka apel tidak
akan tumbuh dengan bagus.
ANALISIS
1.
MEMBANGUN IKLIM UNTUK PERUBAHAN
Dilihat
dari paparan dalam buku ecological literacy Part 3 mengenai Relationship
tentang membangun iklim untuk perubahan mengenai schoolyard atau sekolah alam,
saya sangat setuju dengan perubahan yang di buat oleh Alice Water tersebut.
Kenapa demikian? Karena menurut kami
sekolah alam atau schoolyard itu memiliki program-program ramah lingkungan,
mengajak anak didik mencintai alam. Tentu hal ini seiring dengan program
globalisasi yang berkaitan dengan pelestarian alam guna mengantisipasi global
warming. Mengajak anak mencintai lingkungan sejak dini, mengajari mereka
menanam pohon-pohon, mengajak mereka mengerti apa arti pentingnya udara yang
bersih, air yang jernih, bahaya pencemaran, bahkan mengajak mereka mengenal
kebijakan-kebijakan tentang perlindungan alam sekitar. Tentunya hal ini akan
memberikan dasar yang kuat bagi pelestarian lingkungan di masa yang akan datang. Karena
merekalah yang nanti akan berperan besar, setelah mereka dewasa. Mungkin Sekolah
alam kini mulai menampakkan hasil atas kiprah peranannya, setelah sepuluh tahun
lebih berjalan, dengan program-program cerdasnya.
Selain itu schoolyard ini adalah Sebagai salah suatu alternatif, sekolah alam layak untuk kita
apresiasi eksistensinya ditengah keberadaan dan status quo dari sekolah-sekolah
konvensional-formalistik. Dimana ciri yang dikedepankan oleh sekolah ini adalah ia lebih dekat dan
bersahabat dengan alam dalam proses pembelajarannya. Dan para peserta didik
diajak untuk lebih sering berdialog dengan alam sebagai sumber untuk
mempelajari dan mengasah talenta pendidikan yang telah dititipkan Tuhan kepada
mereka.
Disamping
itu juga ada Kelebihan sekolah alam dibandingkan sekolah biasa, sekolah alam
membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja. Namun mereka dapat mengalami
langsung pengetahuan yang mereka pelajari di alam. Karena diakui saat ini
sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar mengajar konvensional
dimana guru menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan dengan mengandalkan
buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan kesempatan untuk mengalami
langsung atau melihat langsung bentuk pengetahuan yang mereka pelajari. Di
sekolah alam, biasanya aturan yang diberlakukan tidak seketat sekolah biasa
dimana siswa harus duduk mendengarkan gurunya atau mendapatkan hukuman jika
tidak mengerjakan tugas.
2.
BELAJAR
DALAM KONTEKS
Kami setuju dengan konsep pembelajaran yang ada di buku
Ecological Literacy tentang Belajar dalam Konteks, karena setiap anak dapat
belajar secara langsung pada bagian-bagian tertentu yang sangat bermanfaat bagi
perkembangan kemampuan anak tersebut. Anak dapat berpikir kritis secara
menyeluruh terhadap hal-hal yang secara langsung dapat dilihat dan dirasakan.
Serta mendapat pelajaran dari setiap hal yang mereka baru ketahui dan hal yang
mereka lakukan. Belajar diluar kelas seperti di taman dan tempat-tempat yang
lainnya dapat merangsang berbagai pengetahuan dalam dirinya. Secara kongkret
mereka dapat berpikir pada konsep pembelajaran yang benar dan tidak terjadi
kesalahpahaman konsep dalam setiap pembelajaran yang telah diberikan.
3.
KEPEMIMPINAN DAN MASYARAKAT BELAJAR
Dalam
cerita ini saya menganalisis bahwa ada seseorang yang melewati sekolah Mary E. Silveira
School. Sekolah tersebut merupakan sekolah terkemuka yang
terletak di pinggiran kota San Rafael, California.
Sekolah ini juga termasuk sekolah SD teladan yang di tetapkan oleh Pusat dari
Ecoliteracy.
Pada sekolah ini terdapat fasilitas-fasilitas yang
memadai untuk belajar, fasilitas-fasilitas tersebut berupa kelas, laboratorium,
taman, dan kolam yang bentuknya seperti
kacang yang di buat oleh arsitek sekolah dengan bantuan siswa, guru dan orangtua
yang terkait dalam hal ini.
Dalam
hal ini, Fritjof Capra telah mengamati
bahwa dalam mengintegrasikan kurikulum bertujuan untuk belajar bersama dengan benar yaitu dalam sebuah kelompok belajar guru, siswa, administrator,
dan orang tua yang terkait semua saling bekerjasama untuk memfasilitasi belajar.
Sekolah
ini bertujuan untuk mengenalkan siswa-siswanya bagaimana bentuk bumi alam
semesta ini, kemudian bagaimana cara merawat bumi alam semesta ini agar tidak
rusak. Sekolah ini juga mengubah cara belajar siswa yang asalnya belajar di dalam
kelas akan tetapi sekarang dirubah menjadi belajar di luar kelas. Merubah cara
belajar seperti ini yaitu agar proses pembelajaran berjalan lebih efektif,
seperti bila guru akan mengajarkan pelajar mengenai tanaman tetapi belajarnya
di dalam ruang kelas, siswa dalam hal ini akan memahami jenis tanaman tersebut
saja. Sebaliknya bila belajar di luar kelas dalam mempelajari mengenai tanaman
ini siswa akan bisa melihat tanaman yang sesungguhnya, kemudian siswa bisa
mengamati tanaman tersebut.
Di
sekolah ini proses pembelajaran dibagi-bagi menjadi beberapa kelas sesuai
dengan urutan kelas, contohnya seperti siswa kelas satu membantu panen di taman
sekolah, siswa kelas dua berpartisifasi aktif dalam kegiatan sekolah, siswa
kelas tiga mendaur ulang sampah manjadi tanah untuk taman. Siswa kelas empat
menanam tanaman dan merawat taman sekolah, Siswa kelas lima merawat kolam
sekolah, sedangkan siswa kelas enam merawat taman dan menanam tanaman, tanaman
tersebut berupa biji dan stek.
4.
MENGUBAH
SEGALA SESUATU PEMIKIRAN DAN KAMI BISA MELAKUKANNYA : PROYEK STRAW
(“IT CHANGED EVERYTHING
WE THOUGHT WE COULD DO” : THE STRAW PROJECT
Kisah
ini menceritakan tentang para siswa dan guru yang memiliki peranan penting
dalam sejarah STRAW karena jaringan STRAW ini meliputi siswa,guru,
administrator sekolah, peternak, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga
pemerintah. Bagian yang paling penting dalam cerita ini adalah membangun
hubungan cermat yang dibutuhkan misalnya untuk saling percaya diantara para
peternaknya dan ternyata jaringan STRAW ini dibuat untuk bereksperimen dengan
pembelajaran berbasis lingkungan, proyek ini dilakukan untuk mengajak para
siswa untuk melakukan pembelajaran diluar kelas atau disebut dengan sekolah
alam.
Proses yang dilakukan dalam proyek ini yaitu
melibatkan beberapa kombinasi tentang penyusunan kurikulum yang berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melengkapi makna yang
seringkali kompleks , selain itu adanya proyek ini membantu meningkatkan
inisiatif siswa, kepemimpinannya serta partisipasi yang mendefinisikan dan
mengatasi masalah untuk memilih dan mengelola proyek tersebut.
Ada salah satu para ahli bernama rogers, dia mengarahkan peserta didik
untuk melihat pertumbuhan yang subur pada tanaman asli, dan kami setuju dengan
apa yang roger lakukan terhadap siswa, karena siswa tersebut harus diarahkan
secara langsung agar mereka dapat melihat bagaimana proses suatu pertumbuhan
itu tumbuh atau subur, selain itu mereka melakukan analisis, mengamati dan
memperhatikannya.
Seperti apa yang dikatakan lewis bahwa para
murid sedang berada di lingkungan mereka sendiri dan mereka pun akan berfikir
apa yang harus mereka lakukan agar tidak melempar sampah pada aliran sungai.
Dengan penelitian yang dilakukan lewis ini mengenai apa yang dia amati tentang
para siswa yang berada dilingkungannya bahwa para siswa akan berfikir apa yang
harus mereka lakukan agar tidak melempar sampah pada aliran sungai, berarti
disini para siswa sudah mampu mempelajari dari mana air yang diperoleh itu dan
mereka juga menyadari akan dampaknya sehingga mereka mencari cara untuk
menyaring sampah yang ada di alairan sungai, mereka menganggap apabila hal
tersebut tidak dilakukan maka akan menghambat air sungai yang akan mengalir dan
akan mengakibatkan mempengaruhi kesehatan lingkungan sekitar.
Dengan adanya peristiwa tersebut maka
disediakanlah jaringan STRAW ini untuk memproyeksikan restorasi batas air yang
kemudian diintegrasikan kedalam tugas yang akan diberikan kepada siswa sehingga
siswa menggunakan STRAW ini untuk dijadikan penggunaan prinsip ekologis untuk
meningkatkan ketahanan. Jaringan STRAW ini dijadikan sebuah restorasi yang
meliputi sponsor, mitra pembiayaan, sekolah para siswa, pengusaha peternakan,
profesional restorasi, dan NGOS.
Saya setuju mengenai pendapat Molly
Whitelly, bahwa fungsi dari STRAW ini yaitu memusatkan integrasi pembebasan
proyek kedalam pengajaran para siswa, selain itu juga Frijof Chatra mengatakan
dan dia berfikir bagaimana cara menolong guru untuk mendesain kurikulum
dibidang pendidikan, hal tersebut memang perlu dilakukan karena kita sendiri
pasti menyadari dari sekian banyaknya pekerjaan akan mampu membangun pribadi
antar guru.
5.
PERTANIAN
DAN PENDIDIKAN PABRIK DI SEKOLAH
Kami setuju dengan pernyataan michael Ableman dalam
sebuah bukunya yang menyatakan bahwa suatu pekerjaan akan lebih mudah dilakukan
apabila dideskripsikan terlebih dahulu, ketika proses belajar dan mengajarnya
berlangsung, para siswa seharusnya terjun langsung untuk melakukan observasi
sehingga mereka mampu membuat laporan dari hasil observasinya.
Sedangkan Henry Daud
dalam bukunya dia menulis bahwa dia membantah dan merasa tidak setuju kalau
cara bertani yang maju dan pesat itu dikarenakan adanya bantuan kerjasama dari
suatu komunitas. Akan tetapi kami tidak setuju dengan pendapat henry Daud,
karena menurut kami dengan adanya komunitas ini justru membantu untuk
mempermudah kegiatan yang akan dilakukan apalagi untuk mendirikan pusat
pertanian yang sangat membutuhkan adanya kerjasama dengan pihak lain sehingga
dibuatlah suatu komunitas agar proyek tersebut dapat benar-benar
terealisasikan.
Ableman tidak pernah
merasa puas untuk mengamati sistem pertanian ke negara lain, dia selalu mampu
membukukan atau mendokumentasikan perubahan yang sangat dramatis di dunia.
Dalam sistem pertanian
jangan dilihat berapa lamanya seseorang telah bertani, tetapi untuk mendapatan
hasil panen yang baik seharusnya kita benar-benar mampu melakukan cara bertani
yang baik dan kita juga harus mampu mengetahui akan ilmu pengetahuan tentang
teknik cara penanamannya.
Aku sudah menjadi petani selama dua puluh lima
tahun,
Saya telah menghabiskan banyak waktu
dan dalam bidang pendidikan, saya sebagai mahasiswa dan sebagai orang tua,
mengajar magang dan kelompok terkemuka orang-orang muda pada kunjungan dan
tinggal di program pada orang tua saya. Selama waktu itu, saya telah menemukan
beberapa kesamaan yang menakjubkan antara pertanian dan pendidikan, baik dalam
versi industri mereka dan dalam skala kecil, alternatif pribadi yang saya
berikan hidupku untuk mendukung. Bukan masalah berapa lama seseorang
telah bertani, mungkin ini sangat sulit untuk melepaskan program budaya yang
telah kita bawa. Tapi kita mungkin hanya berusaha membentuk dan memanipulasi
cara bertani dan taman kita ke dalam diri kita sendiri, sifat alami dan selalu
mempunyai ide lain.
Aku
menginginkan mereka untuk mengembangkan apa yang aku mempertimbangkan paling
penting pertanian keterampilan, observasi, dan aku menginginkan mereka untuk
menemukan untuk mereka sendiri biologi itu sistem jangan menempati yang
sama. Aku memutuskan sejak awal bahwa
jika ini adalah pendidikan, saya tidak ingin ada hubungannya dengan hal itu. Jika bertemu dengan pendidikan yang nyata harus
didasarkan pada beberapa hubungan-hubungan yang sama, bahwa apa yang benar-benar
hilang dalam sistem pangan kita dan sistem pendidikan kita adalah hal-hal
bagaimana rasa konteks, berhubungan satu sama lain.
Mereka perlu memahami seluruh proses dan
interkoneksi kepada segala sesuatunya. Ketika sistem pangan atau sistem
pendidikan tidak lagi memenuhi kebutuhan masyarakat, maka setiap orang
bertanggung jawab untuk itu. Pendidikan formal itu penting untuk meningkatkan
kualitas anak, tetapi mengenal secara langsung tentang alam tidak kalah
penting, dalam hal ini berkaitan dengan berkebun dan bercocok tanam,
memperhatikan dan memahami bagaimana tumbuhan tumbuh, kehidupan hewan prosesnya
segala dan peliharaan memberikan pemahaman tersendiri yang tertanam bagaimana
menghargai dan menjaga kehidupan sosial masyarakat. Tidak hanya perkembangan
intelektual tetapi perkembangan jiwa yang harmonis dan menghargai dan
menyayangi kehidupan.
6.
RENUNGAN DI APPLE : JANE BROWN
Brown’s adalah aktivis keamanan pendiri dan presiden
Marin makanan Dewan kebijakan dan Wakil presiden Marin organik. Brown’s pelopor
pusat jaringan nasional yang beranggotakan aktivis makanan untuk membawa
pengetahuan tentang lahan pertanian, dan membantu membentuk sistem proyek
pangan.
Dalam
hal ini Brown’s mengemukakan bahwa suatu pengajaran haruslah seperti apel.
Dikarenakan dalam proses penanaman, pembibitan, dan sebagainya yang membutuhkan
waktu yang cukup lama. Serta tidak menutup kemungkinan membutuhkan
bantuan-bantuan dari pihak luar yang saling bekerja sama. Hal tersebut
merupakan suatu proses untuk menjadi apel. Dari setiap proses tersebut kita
pahami bahwa dalam proses pembelajaran harus berdasarkan aturan, prinsip,
langkah demi langkah yang sesuai untuk mencapai tujuan tertentu.
Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan
Schoolyad diantaranya, sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori
saja. Namun mereka dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di
alam.
1.
Di sekolah alam, biasanya aturan yang
diberlakukan tidak seketat sekolah biasa dimana siswa harus duduk mendengarkan
gurunya atau mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas.
2.
sekolah alam dapat menjadi alternatif
sekolah yang bisa membawa anak menjadi lebih kreatif, berani mengungkapkan
keinginannya dan mengarahkan anak pada hal-hal yang positif.
3.
Sekolah Alam mengintegrasikan tiga pilar
pendidikan yang diyakini menjadi faktor kunci keunggulan umat manusia, yaitu
pilar iman, ilmu dan kepemimpinan. Karena itu kurikulum Sekolah Alam bukan
hanya menekankan pada tercapainya tujuan akademik (kurikulum Diknas), melainkan
juga mengembangkan kurikulum non akademik.
4.
Sekolah Alam mengimplementasikan model
pembelajaran terintegrasi berbasis alam dan potensi lokal.
Adapun kelemahan – kelemahan dari Schoolyad itu diantaranya :
1. Faktor tempat
Walaupun secara teori sekolah alam
bisa dilakukan dimana saja, dengan fasilitas yang paling sederhana sekalipun.
Namun berdasarkan sumber-sumber yang kami jadikan rujukan, sekolah alam
membutuhkan tempat yang luas. Terutama sekali buat pelajaran yang membutuhkan
tempat untuk praktek, seperti farming dan outbond. Hampir seluruhnya
sekolah-sekolah alam yang kami jadikan rujukan mempunyai sarana buat farming
dan outbond. Hal ini rasanya agak susah untuk diterapkan dikota-kota besar
seperti Jakarta, dimana lahan yang tersedia sangat terbatas dan mahal.
Bagaimana jadinya kalo disetiap kelurahan atau kecamatan minimal harus
ada satu sekolah alam.
2. Masih bercorak agamis
Sekolah alam yang kehadirannya
sekarang ini tumbuh bagai jamur dimusim hujan, masih bercorak agamis yaitu
agama islam. Hampir semua sekolah alam yang ada di Indonesia saat ini
dikembangan oleh para aktivis pendidik muslim dan diisi dengan kurikulum islam
mencotoh yang diajarkan Nabi Muhamad SAW. Muridnyapun hampir dipastikan seratus
persen muslim. Ini menjadi keunggulan sekaligus kelemahan sekolah alam. Kelemahannya,
karena memakai kuri kulum berbasis islam bisa dipastikan orang yang non muslim
akan enggan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah alam. Kecuali kalo
pemerintah mau ikut mengembangkan sekolah alam dengan kurikulum nasional.
3. Tingkatan sekolahnya masih terbatas
Sekolah alam yang ada saat ini baru sebatas tingkatan
untuk taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD). Meski ada yang membuka
sekolah sampai ke tingkat SLTP, tapi baru sampai kelas satu. Untuk kelas dua
dan tiganya mereka harus pindah ke sekolah umum. Ini dirasa amat kurang karena
anak-anak biasanya akan menampakkan kenakalan yang menguatirkan disaat mereka
duduk di sekolah menengah. Coba kita lihat dilingkungan sekitar kita, anak
sekolah yang tawuran akan didomonasi anak-anak yang masih duduk di sekolah
menengah. Bahkan terkadang terbawa (sebagian) sampai mereka duduk disekolah
tinggi, yang boleh dibilang tempat sekolahnya orang-orang yang sudah berusia
dewasa.
4. Masih Menjadi Barang Mahal
Faktor biaya bagi kalangan menengah keatas mungkin tidak
akan menjadi masalah untuk menyekolahkan anak mereka, namun tidak demikian
halnya bagi kalangan menengah kebawah yang boleh dikata penghasilannya serba
paspasan. Sebagai contoh, rata-rata sekolah alam memungut biaya yang harus
ditanggung wali murid untuk uang masuk kelompok bermain dan TK misalnya, Rp 1,5
juta dan biaya operasional guru Rp300.000 per bulan. Untuk SD dan lanjutan
(setara SLTP) dikenai uang masuk Rp2 juta dan iuran masing-masing Rp400.000 per
bulan untuk SD dan Rp500.000 per bulan untuk SLTP. Belum lagi untuk uang saku
harian / transport / antar jemput anak-anak tersebut, uang saku jika outbound,
dan lain lain. Melihat angka-angka nominal diatas masyarakat kelas bawah akan
berkerut kening, bisa jadi penghasilan mereka perbulan hanya senilai iuran
bulanan tersebut. Sebagai pembanding, sekolah dasar (SD) dan sekolah menegah
pertama (SLTP) negeri yang katanya gratis ( biaya operasionalnya ditanggung
pemerintah ) saja masih membuat para orang tua kalangan bawah pusing. Beberapa
sekolah memang sudah mengusahakan system subsidi silang, tapi tetap saja
jumlah yang di subsidi masih terbatas.
BAB
IV
KESIMPULAN
Dari
paparan diatas maka dapat kami simpulkan bahwa sebuah perubahan
yang mengintegrasikan pengelolaan kelas dengan lingkungan luar kelas seperti
sekolah alam (kelas, taman, dapur dan kafetaria) yang berfungsi mengubah jadwal
kelas untuk mengakomodasi kurikulum baru. Perubahan itu berupa didirikannya schoolyard atau
sebuah sekolah alam. Ini merupakan salah satu yang memberdayakan anak – anak
yang bisa memberikan dampak positif pada iklim sekolah dan Kurikulum Sekolah. Edible
Schoolyard ini meliputi taman dan pengaturan ruang kelas dapur dan menyediakan
lingkungan tangan untuk siswa di mana untuk menerapkan keterampilan yang
dipelajari dalam matematika tradisional, ilmu pengetahuan, dengan humaniora
kelas. Hal ini bertujuan untuk
melibatkan para siswa dengan meningkatkan pengalaman pendidikan mereka melalui
kegiatan di taman dan ruang kelas dapur. Selain itu dengan schoolyard ini
diharapkan antar siswa saling berbagi dan bertukar pikiran serta menjadikan
siswa menjadi pribadi yang bertanggung jawab social yang tinggi.
Disini kita dapat belajar tentang bagaimana menciptakan
suasana sekolah yang menyenangkan. Buku ini banyak mengajarkan kepada pendidik bagaimana
cara mengajar yang kreatif melalui kontes belajar di taman
sekolah,
belajar
di batas
air, belajar di kelas
dapur,
belajar dari pemandangan kampus,
belajar
di tempat
bermain, belajar seni dari alam dan belajar di daerah pertanian. Disini kita menyadari
bahwa belajar tidak hanya terpaku kepada buku pelajaran, tapi tempat bermain
dan peternakan bisa dijadikan sarana untuk belajar. Tidak Cuma itu, belajar di
luar sekolah dapat melatih siswa bagaimana cara berinteraksi antar makhluk hidup, maupun
berinteraksi antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Dan hal seperti ini juga
dapat membuat siswa
menyadari bahwa belajar bukan hanya melalui buku, tapi hidup itu adalah tentang
belajar.
Sekolah SD di Mary E. Silveira
School yaitu merupakan sekolah teladan yang di tetapkan oleh
Pusat dari Ecoliteracy. Pada sekolah ini terdapat
beberapa fasilitas-fasilitas yang memadai untuk proses pembelajaran,
diantaranya yaitu kelas, laboratorium, taman (lapangan bermain), dan kolam yang
dibuat oleh arsitek sekolah dengan bantuan siswa, guru, dan orangtua yang
terkait dalam hal ini. Disamping itu kolam tersebut dibuat untuk rumah
kura-kura dan ikan. Adapula Fritjof Capra yang telah melakukan pengamatan bahwa
mengintegrasikan kurikulum secara ekologis tujuannya
untuk memungkinkan sekolah menjadi komunitas belajar yang benar. Dalam sebuah kelompok belajar guru, siswa,
administrator, dan orang tua yang terkait semua saling bekerjasama untuk memfasilitasi belajar.
Sekolah ini mempunyai tujuan untuk membelajarkan siswa
dengan terjun secara langsung di alam. Contohnya seperti siswa tersebut di ajak
belajar di luar kelas mengenai tanaman, maka siswa tersebut diberi
kesempatan untuk mengamati tanaman tersebut. Dalam proses pembelajaran ini
siswa dibagi perkelompok menurut kelas dan urutan kelas. Seperti siswa kelas pertama
membantu pertumbuhan dan panen pangan di taman sekolah,
Siswa kelas dua berpartisipasi dalam
program STRAW, melakukan pelestarian habitat ikan
salmon di sebuah sungai di dekat
sekolah. Siswa kelas tiga mengelola kotak sampah kompos
cacing di mana siswa mendaur ulang
limbah buah dan sayuran dari
cafetaria untuk menciptakan tanah untuk taman sekolah. Siswa kelas empat menanam tanaman bunga dan memelihara taman sekolah.
Siswa kelas lima bertanggung jawab untuk
pemeliharaan dan pengujian kualitas
air di kolam sekolah. Dan setiap kelas enam memberikan
kontribusi ke kebun dengan
mencabut rumput liar, menyebarkan
penanaman dari stek dan biji, atau membantu dengan plot masyarakat.
STRAW ini merupakan
suatu jaringan untuk membangun hubungan
yang dibutuhkan para peternak, akivis lingkungan dan sekolah yang terlibat
dalam program ini yaitu siswa, guru, administrator sekolah, peternak, lembaga
swadaya masyarakat, dan lembaga pemerintah. Jaringan STRAW ini dibutuhkan untuk memelihara suatu program
aliran sungai yang dijadikan sebagai medianya.
Proses yang dilakukan dalam proyek ini yaitu melibatkan beberapa kombinasi
tentang penyusunan kurikulum yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk melengkapi makna yang seringkali kompleks, selain itu adanya
proyek ini membantu meningkatkan inisiatif siswa, kepemimpinannya serta
partisipasi yang mendefinisikan dan mengatasi masalah untuk memilih dan
mengelola proyek tersebut, dan hasil dari pembelajarannya dapat ditentukan
sebelumnya.
Setelah itu para siswa diarahkan untuk melihat suatu
pertumbuhannya dengan didampingi oleh seorang guru atau orangtua mereka
menganalisis, mengamati, memperhatikan. Peserta
didik menganalisis data untuk masing-masing habitat dari salah suatu spesies tersebut.. Siswa
belajar tentang spesies yang terancam punah dikarenakan kerusakan pada
habitatnya.
alokasi waktu dianggap tidak terlalu berpengaruh dalam proses
pembelajaran, menurutnya yang paling berpengaruh dalam sistem pembelajaran
adalah intensitas pembelajaran siswanya.
Alokasi waktu sangat berpengaruh terhadap proses
pembelajaran di sekolah dan pembelajaran seharusnya berjalan beriringan dengan
semua pihak yang mendukung, baik dari faktor wali murid, masyarakat, pemerintah
dan semua organisasi lainnya. Karena proses pembelajran tidak akan berjalan
lancar jika hanya mengandalkan pihak sekolah saja.
Daftar pustaka
- Faizal
2009.http://Apa itu Sekolah Alam.
ABUDIRA.CO.NR.html diakses 24 april 2013
- http://en.wikipedia.org/wiki/Edible_Schoolyard diakses 24 april 2013
- http://www.ecoliteracy.org/essays/ecostars
Diakses
25 April 2013
- http://ismadiary.blogspot.com/2007/02/sekolah-alam.html diakses 27 April 2013
- http://penakuasaberkarya.blogspot.com/2010/11/sekolah-alam.html
diakses 27 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar