Kamis, 30 Mei 2013

HAKIKAT KONSEP DASAR IPS


                   
IPS merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau manusia, dan merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu sosial. Ada tiga istilah yang termasuk bidang pengetahuan sosial yang terkadang membuat kita bingung dengan istilah – istilah ini yaitu ilmu sosial ( Social Sciences ), studi sosial ( Social Studies ), dan ilmu pengetahuan sosial ( IPS ). IPS itu  bukanlah merupakan bidang keilmuan atau disiplin bidang akademis tetapi merupakan bidang pengkajian tentang masalah atau gejala sosial. Selain itu IPS juga sering disebut istilah – istilah ekonomi, geografi, sejarah, sosiologi, antrofologi sosial, antropologi pendidikan yang dipelajari oleh peserta didik ( siswa ) di tingkat dasar ( SD ) dan menengah.
Social Education dan social learning merupakan istilah IPS yang digunakan pada jaman dahulu tetapi dengan bergantinya berbagai perundang – undangan maka dua istilah ini diganti dengan istilah IPS. Dimana social education dan social learning ini lebih menitikberatkan pada pengalaman peserta didik disekolah yang dianggap lebih membantu peserta didik untuk mampu beradaptasi atau bergaul dengan dimasyarakat. Dalam pengkajiannya IPS menggunakan bidang – bidang keilmuan yang termasuk bidang – bidang ilmu sosial. Penerapan disekolah tentang IPS sering dipraktekan sebagai ilmu – ilmu sosial, padahal antara IPS dan IIS mempunyai perbedaan yang mendasar tetapi keduanya tidak bisa dipisahkan karena saling berhubungan.
IPS tidak menitikberatkan kepada bidang – bidang teoritis tetapi lebih pada bidang praktis dalam mempelajari masalah – masalah sosial ataupun gejala sosial yang terdapat dilingkungan masyarakat. Begitupun studi sosial tidak terlalu akademis namun merupakan pengetahuan praktis yang dapat diajarkan ditingkat persekolahan mulai dari SD samapai perguruan tinggi. Tanpa kita sadari kita sudah mempelajari studi sosial dari pengalaman – pengalaman kita sehari – hari baik itu melalui TV ataupun dilingkungan sekitar. Pendidikan IPS berbeda dengan IIS dimana IPS itu menggunakan pendekatan Interdisipliner ( kajian bidang tertentu atau hanya satu ilmu saja ) dan Multidisipliner ( penggabungan dari bidang – bidang tertentu ) dengan menggunakan bidang – bidang keilmuan. Pendekatan IIS bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing – masing. Sedangkan pendekatan studi sosial bersifat multidimensional yaitu melihat satu masalah sosial dari berbagai aspek kehidupan.
Pada hakikatnya IPS merupakan perpaduan pengetahuan sosial. Misalnya di tingkat SD perpaduannya antara sejarah dan geografi, SMP perpaduannya antara sejarah, geografi dan ekonomi koperasi, sedangkan di SMA perpaduannya antara sejara, geografi, ekonomi koperasi, dan antropologi. Dan di perguruan tinggi IPS ini dikensl dengan studi sosial dimana IPS dan Studi sosial merupakan perpaduan berbagai keilmuan ilmu sosial. Jadi IPS merupakan penyederhanaan dan penyaringan terhadap IIS yang penyajian di persekolahan disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kemampuan guru dalam menyampaikan materi tersebut.
Bentuk pembelajaran IPS ini berupa konsep – konsep dan kenyataan yang ada ( fakta ) yang dapat dipahami dan dipecahkan yang berkaitan dengan masalah – masalah soial. Contoh : dalam Geografi “ PENEBANGN HUTAN” maka akan terjadilah kerusakan alam yang tidak hanya kerusakan geografi saja tetapi yang lainnya juga menjadi tidak stabil / seimbang baik secara ekonomi maupun sosial kemsyarakatan / sosial budaya. Pada proses pembelajaran IPS ini dilakukan secara bertahap dan berkisinambungan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat usia peserta didik. Selain itu keanekaragaman pembelajarannya juga harus disesuaikan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan. Adapun secara formal proses pembelajaran dan membelajarkan yaitu terjadi di sekolah baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga peserta didik dibelajarkan pada kehidupan yang sesungguhnya.

B.     KARAKTERISTIK KONSEP DASAR IPS
IPS mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan karakteristik IIS, walaupun seperti itu keberadaan IIS tidak bisa dipisahkan dengan IPS karena konsep – konsep IIS merupakan sumber pengembangan materi pembelajaran IPS. Aspek kehidupan yang kita jalani baik itu hubungan sosial, ekonomi, sejarah ataupun politik itu semua bersumber dari masyarakat, maka dari itu masyarakat menjadi sumber utama dari IPS.
Sumber pembelajaran atau materi IPS dapat diperoleh dari berbagai cara baik itu dari buku, cerita, pemberitaan, surat kabar, TV, atau berkenaan langsung dengan kehidupan masyarakat setempat. Maka dari sumber – sumber itu dapat diperoleh berbagai pengetahuan termasuk didalamnya pengetahuan sosial dan nilai – nilai yang bermakna dalam kehidupan peserta didik.
Karakteristik IPS yaitu bagaimana kita sebagai pendidik memberikan berbagai pengertian yang mendasar yang harus dimiliki oleh peserta didik, melatih berbagai keterampilan yang harus selalu dikembangkan melalu pendidikan IPS ini, serta mengembangkan atau membentuk moral yang dibutuhkan oleh peserta didik. Karakteristik IPS ini ditentukan oleh jenjang pendidikan peserta didik atau usia peserta didik. Adapun pada hakikatnya karakteristik IPS itu dapat dilihat dari dua aspek yaitu Interdisipliner dan Multidisipliner. Dimana interdisipliner dapat ditijau dari rumpun – rumpun IPS seperti ekonomi,sosial, sejarah, geografi, antropologi dll, dalam artian hanya menggunakan satu ilmu saja. Sedangkan multidisipliner itu merupakan penggabungan dari semua disiplin – disiplin ilmu IPS dimana penggabungannya itu saling berkaitan. Misalnya pembelajaran di SD tentang Global Worming, masalah tersebut bisa dilihat dari geografinya, ekonomi, sosial dll.
Untuk mengetahui pencapaian dan pemahaman peserta didik setelah mengikuti pembelajaran IPS maka harus diadakan evaluasi secara terus – menerus sesuai dengan proses pembelajarannya. Karena dengan diadakannya evaluasi ini kita sebagai pendidik akan mengetahui apakah kompetensi yang telah ditetapkan atau tujuan pembelajaran tersebut sudah tercapai atau belum. Selain itu evaluasi pembelajaran IPS ini harus berdasarkan asas- asas evaluasi yang meliputi asas kompherensif, asas objektif dan asas kontuinitas atau berkesinambungan. Dan evaluasi juga harus meliputi berbagai aspek yaitu aspek kognitif, apektif dan psikomotor.

KONSEP DASAR ANTROPOLOGI



            Antropologi berasal dari bahasa Yunani, Antropologi terdiri dari 2 suku kata yaitu Anthropos dan Logos. Anthropos berarti manusia dan Logos berarti ilmu, jadi secara etimologi Antopologi berarti ilmu yang mempelajari mengenai manusia.
Tujuan mempelajari Antroplogi adalah:
·         Agar dapat mendefinisikan kebudayaan.
·         Memberikan contoh wujud kebudayaan.
·         Menjelaskan unsure-unsur kebudayaan.
·         Menjelaskan budaya Indonesia yang majemuk.
·         Menjelaskan upaya-upaya pelestarian kebudayaan asli Indonesia.

A.    Definisi Kebudayaan

Apabila kita bertanya apakah yang membedakan manusia dengan hewan atau binatang secara fundamental maka jawabannya adalah manusia mampu berbudaya, sedangkan hewan tidak. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan? Ahli Antropologi yang mengkaji tentang kebudayaan itu dan mencoba menerangkannya atau setidak-setidaknya telah menyusun definisinya. Sebelum kita mengemukakan beberapa definisi atau pengertian yang disampaikan oleh para ahli, kita harus mengetahui asal-usul kata kebudayaan tersebut. Dilihat dari asal-usul kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Budhi yang berarti akal/ide dan Daya yang berarti usaha/bentuk.
Diantara para ahli tersebut ada dua sarjana Antropologi, yaitu A.L Kroeber dan C. Kluckhohn yang mencoba mengumpulkan sebanyak mungkin definisi kebudayaan. Dari hasil penyelidikannya diterbitkan diterbitkan sebuah buku yang bernama Culture, A Critical Review of Concept and Definition, menurut A. L. Kroeber dan C. Kluckhohn definisi kebudayaan dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tipe yaitu kebudayaan sebagai tingkah laku yang dipelajari sampai ke tradisi-tradisi, alat-alat untuk memecahkan masalah, produk atau artefak, ide-ide simbol.
Adapun ahli Anropologi yang pertama-tama merumuskan definisi kebudayaan adalah:
E. B. Taylor (1874), yang menulis dalam bukunya “Primitive Culture”, yaitu:
”Kebudayaan itu adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

R. Linton dalam bukunya “The Culture Background of Personality” (1947), menyatakan bahwa kebudayaan adalah:
“Konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang unsure pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu”.
Koentjaraningrat (1990), menyatakan bahwa kebudayaan adalah:
”Keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1967), menyatakan bahwa kebudayaan adalah:
“Semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat”.
Soekmono dalam bukunya “Pengantar Sejarah Kebudayaan 1” (1973), mengatakan bahwa kebudayaan adalah:
“Segala cipta manusia dalam usahanya merubah dan memberi bentuk dan susunan baru terhadap pemberian Tuhan sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya”.
Parsudi Suparlan (1981), mengatakan bahwa kebudayaan:
“Merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk social yang dimanipulasikan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terciptanya kelakuan”.
Suhandi (1994), memiliki cirri-ciri umum yaitu:
·         Kebudayaan dipelajari.
·         Kebudayaan diwariskan atau diteruskan.
·         Kebudayaan hidup dalam masyarakat.
·         Kebudayaan dikembangkan dan berubah.
·         Kebudayaan itu terintegrasi.
Sifat hakikat dari kebudayaan ini menurut Willams dan Soekanto (1986), sebagai berikut:
1.      Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari prilaku manusia.
2.      Kebudayaan telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.      Kebudayaan diperlukan ileh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4.      Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan diizinkan.
Kebudayaan ini dapat berwujud idea atau gagasan, norma-norma atau peraturan, dan aktivitas sosial maupun wujud kebendaan. Koentjaraningrat (1990 : 186-187), melakukan pembagian wujud kebudayaan sebagai berikut:
1.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak, tidak dapat diraba. Lokasinya ada didalam kepala, atau dengan perkataan lain ada dalam alam pikiran dari manusia dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Para Ahli Antropologi menyebutkan sistem ini sistem atau “Cultural System”. Dalam bahasa Indonesia sering disebut adat atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya.
2.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan dari kelompok manusia. Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sistem sosial, sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul sama yang lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari dan tahun ke tahun selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. System Sosial itu bersifat konkret, terjadi disekeliling kita sehari-hari, bias diobservasi, difoto dan di dokumentasi.
3.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Oleh karena itu merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.


B.     Unsur-Unsur Kebudayaan

Menurut C. Kluckhohn yang dikutip Koentjaraningrat (1990: 203-204), terdapat 7 unsur Kebudayaan:
1.      Bahasa.
Kemampuan berbahsa adalah cirri khas dari mahluk yang namanya manusia. Kebutuhan-kebutuhan akan kemampuan berbahasa sejalan dengan kebutuhan akan interaksi sosial. Interaksi sosial disini tidak hanya interaksi antar individu dalam kelompok, tetapi juga dalam kelompok lain. Oleh karena itu, bahasa alat komunikasi yang mempunyai kaitan erat dengan proses perubahan masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang mendukung kebudayaan daerahnya masing-masing, serta bahasa daerah masing-masing, menunjukkan keaneka ragaman, namun juga menunjukkan kebudayaan kekayaan budaya dan bahasa bangsa Indonesia.
Bahasa dibedakan atas berikut ini:
a.       Bahasa isyarat, misalnya bunyi keuntungan, gerakan tangan, anggukan atau gelengan kepala dan isyarat lainnya yang diterima berdasarkan kesepakatan suatu masyarakat.
b.      Bahasa lisan yang diucapkan oleh mulut.
c.       Bahasa tulisan melalui buku, gambar, surat dan koran.

2.       Sistem Pengetahuan.
Sistem Pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang dpat ditemukan dalam semua kebudayaan dari semua bangsa yang ada dimuka bumi ini. Sistem Pengetahuan itu mencakup semua pengetahuan yang dimiliki anggota suatu masyarakat tentang alam, tumbuhan, binatang, ruang dan waktu, suku bangsa atau bangsa yang bersangkutan.
Sistem pengetahuan itu timbul akibat kebutuhan-kebutuhan praktis dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia didalam kehidupan sehari-hari, serta digunakan oleh manusia untuk keperluan praktis seperti untuk bercocok tanam, berburu, berlayar dan lain-lain. System pengetahuan biasanya erat kaitannya dengan seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya.
3.      Organisasi Sosial.
Dalam tiap masyarakat, kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai kesatuan didalam lingkungan dimana ia hidup dan bergaul. Kesatuan social yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kerabatnya, yaitu keluarga inti (nuclear family).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat sebagai satu kesatuan. Dalam system social terdapat pengaturan tentang perkawinan, tempat tinggal dan system kekerabatan keluarga mengatur jaringan social antara individu berdasarkan perkawinan (affinity) dan hubungan berdasarkan keturunan darah (consanguity) perkawinan akan menghasilkan keluarga inti (nuclear family). Pada setiap masyarakat mempunyai aturan tentang dengan siapa anggotanya boleh dan tidak boleh melangsungkan perkawinan. Ada dua macam perkawinan yaitu endogamy dan eksogami, Endogami adalah kebiasaan masyarakat yang mengharuskan anggotanya kawin dengan yang masih kerabatnya sendiri atau kelompoknya.. Eksogami adalah kebiasaan masyarakat yang mengharuskan anggotanya kawin dengan orang yang berasal dari luar kerabatnya atau luar kelompoknya.
Dalam ketentuan endogami biasanya dihindari terjadinya suatu perkawinan antar anggota kerabat yang sangat dekat hubungan atau pertalian darahnya. Sebab kalau tidak, dapat menimbulkan perkawinan incest atau tabu incest. Dalam ketentuan endogami pada beberapa suku bangsa membolehkan perkawinan sepupu bersilang atau cross cousin, dan pekawinan sepupu sejajar atau parallel cousin akan tetapi, ada beberapa suku menghendaki perkawinan antara sepupu bersilang dan melarang perkawinan sepupu sejajar.

Keluarga luas (extended family) adalah gabungan dari dua keluarga inti atau lebih. Berarti ada penambahan anggota keluarga orang lain, misalnya anak yang sudah menikah, tetapi masih tinggal dengan orang tuanya. Beberapa masyarakat ada yang memperbolehkan anggotanya melakukan perkawinan ganda atau poligami.
Poligami adalah mempunyai istri atau suami yang lebih dari satu. Poligami akan membentuk dua keluarga inti atau lebih atau tergantung kepada banyaknya istri. Penelusuran untuk mengetahui kerabat mana yang masih dekat dan kerabat mana yang jauh serta untuk melangsungkan hak-hak dan kewajiban kelompok kerabat itu erat hubungannya dengan kebiasaan cara menarik garis keturunan. Cara menarik garis keturunan tersebut, antara lain berikut ini:
a.       Unilineal, keturunan ditelusuri melalui satu garis keturunan saja, melalui ayah atau ibu.
1)      Matrilineal: Garis keturunan berdasarkan kekerabatan dari Ibu, contoh suku minangkabau.
2)      Patrilineal: Garis keturunan berdasarka kekerabatan dari bapak, contoh suku batak.
b.      Bilineal, garis keturunan ditelusuri dari garis ibu dan ayah secara bersama-sama. Contoh suku Sunda, Jawa dan Bali.
Sistem kekerabatan yang bersifat unilineal dan masih dapat ditelusuri ikatan darahnya oleh individu (ego) disebut lineage. Sedangkan mereka yang masih menganggap satu garis keturunan, tetapi sudah tidak dapat ditelusuri lagi disebut marga. Dalam membahas organisasi social, para antroplog juga banyak menaruh perhatian terhadap organisasi dan susunan masyarakat komunitas desa dan komunitas kecil. Hal-hal yang mendapat banyak perhatian adalah pembagian kerja, berbagai aktivitas kerjasama atau gotong royong hubungan antar sikap dan pengikut, cara-cara penggantian pimpinan dan masalah wewenang serta kekuasaan pemimpin.

1.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi.
 Dalam kehidupan, manusia tidak lepas dari adanya teknologi. Artinya, bahwa teknologi merupakan keseluruhan cara yang secara rasional mengarah pada cirri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia. Anglin mendefinisikan teknologi sebagai penerapan ilmu-ilmu perilaku dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem dan untuk memecahkan masalah. Ahli lain, Kast dan Rosenweig menyatakan “Technology is the Art of Utilizing Scientific Knowledge”, sedangkan Iskandar Alisyahbana (1980:1) merumuskan lebih jelas dan lengkap mengenai teknologi yaitu “Teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indra dan otak manusia”.
Teknologi tradisional mengenal paling sedikit delapan macam system peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia, yaitu: (a) alat-alat produktif, (b) senjata, (c) wadah, (d) alat-alat menyalakan api, (e) makanan, minuman, bahan pembangkit gairah dan jamu-jamuan, (f) pakaian dan perhiasan, (g) tempat berlindung dan (h) alat transportasi.

2.      Sistem Mata Pencaharian Hidup.
Perhatian para ahli Antroplogi terhadap berbagai macam system pencaharian atau system ekonomi pada awalnya hanya terbatas kepada system yang bersifat tradisional, terutama dalam rangka perhatian mereka terhadap kebudayaan suatu suku bangsa secara holistik. Berbagai system tersebut adalah berburu dan meramu, berternak, becocok tanam di lading, menangkap ikan, dan bercocok tanam menetap dengan irigasi.
Sistem ekonomi dapat dibagi atas berikut ini:
a.       Masyarakat pemburu dan meramu (food gathering economics).
Ciri-cirinya hidup berpindah-pindah tempat, ketergantungan terhadap alam tinggi, hidup dalam kelompok kecil, peralatan yang diupergunakan sederhana, perbedaan sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan usia, pemilikan barang bersama (communal) dan biasanya bersifat eksogamuos (perkawinan dengan anggota diluar kelompoknya).
b.      Pertanian berpindah-pindah atau berladang (primitive farming).
Mereka sudah mengenal pembudi dayaan tumbuhan walaupun masih mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan, belum mengenal pupuk atau pemilihan benih, lahan pertanian dipilih dekat sumber air.
c.       Pertanian intensive (Intensive farming).
Hidup menetap (Sidenter), sudah mempergunakan alat bantu hewan, sudah mengenal pemeliharaan tanaman, irigasi, usaha peningkatan kesuburan lahan dan pemilihan benih.
d.      Industir (manufacturing).
Industri dicirikan dengan menggunakan mesin-mesin mulai yang sederhana sampai yang modern.
Alokasi tenaga kerja ada beberapa jenis, diantaranya adalah:
1.      Sukarela.
2.      Paksaan atau perbudakan.
3.      Sistem gajih atau upah melalui perjanjian.
Pendistribusi hasil produksi ada tiga macam, yaitu:
1.      Barter atau Tukar menukar barang, terdapat pada masyarakat pemburu dan meramu. Dalam pertukaran ini tidak melihat nilai barang, yang penting kebutuhan terpenuhi. Dalam antroplogi disebut juga reciprocity, yaitu pemberian yang menharapkan balasan dalam bentuk barang yang berbeda satu sama lainnya, dalam waktu yang berbeda pula.
2.      Redistribusi, barang-barang prosuksi dikumpulkan oleh seseorang atau sekelompok orang berwenang, kemudian dibagikan lagi. Terjadi pada masyarakat yang modern, seperti pajak.
3.      Sistem pasar, yaitu proses menjual dan membeli barang di suatu tempat dengan menggunakan alat tukar yang disebut uang. System pasar ini di duga mulai timbul pada masyarakat bertani menetap.
Pertukaran jasa timbul dari adanya keterbatasan manusia untuk memproduksi semua barang yang dibutuhkan. Sejak dikenalnya pertanian menetap di duga mulai timbul spesialisasi pekerjaan. Pada saat pertanian menetap, sudah mengenal adanya surplus atau kelebihan produksi. Dalam proses perdangan juga tidak langsung, tetapi sudah dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian dagang. Transportasi dan komunikasi diperlukan, maka akan timbul orang-orang yang memiliki keahlian dibidang tersebut. Pertukaran dan hubungan antar masyarakat tidak hanya dalam satu tempat, tetapi antar wilayah dan antar Negara.

3.      Sistem Religi.
Pada hakekatnya unsure kebudayaan yang disebut religi adalah amat kompleks, dan berkembang di berbagai tempat di dunia, yang dimaksud system religi disini adalah system kepercayaan yang timbul di masyarakat disebabkan oleh adanya suatu kekuatan diluar nalar manusia tersebut, seperti adanya kekuatan yang menyebabkan meletusnya gunung, gempa dan lain-lain, yang kesemua fenomena tersebut awalnya diluar nalar manusia.
Sungguhpun demikian, kalau kita tinjau sebanyak mungkin bentuk religi dari sebanyak mungkin suku bangsa di dunia maka akan tampak adanya 4 unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah:
a.       Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan religi.
b.      System kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam ghaib, hidup, mati, surga, neraka.
c.       Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut.
d.      Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkosepsikan dan mengaktifkan religi bserta sistem upacara-upacara keagamaannya.

Para ahli antropologi, terutama yang berasal dari abad ke-19 dan ke-20, sampai kira-kira menjelang zaman perang dunia ke-II, dalam hal membicarakan gejala religi sering mengupas berbagai bentuk macam religi.
Agama, sebagaimana halnya kebudayaan, terdiri dari pola-pola sistematis dari keyakinan, nilai dan perilaku yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Fedyani, 1992: 2).  Sungguhpun demikian, agama dan kebudayaan itu berbeda. Agama, seperti yang diyakini oleh pendukungnya berasal dari Tuhan, sedangkan kebudayaan berasal dan sepenuhnya bersandar pada manusia.
Koentjaraningrat (1992: 230), mendefinisikan bahwa agama adalah suatu sikap hidup yang membuat orang mampu mengatasi kesulitan sebagai manusia, dengan memberikan jawaban yang memberikan kepuasan spiritual pada pernyataan mendasar tentang teka-teki alam semesta dan peranan manusia didalamnya, dengan memberikan ajaran praktis untuk hidup dialam semesta.
Anthony F.C. Wallace (Koentjaraningrat, 1987: 68), Mengatakan bahwa agama merupakan seperangkat upacara yang diberi mitos-mitos, dan menggerakan kekuatan-kekuatan supranatural dengan tujuan untuk mencapai sesuatu, atau yang merugikan pada kondisi manusia dan alam.
Moenawir Cholil (1970: 19), dalam buku yang berjudul “Definisi dan Sendi Agama” berpendapat bahwa perkataan agama terdiri dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata “A” yang berarti “tidak” dan “Gama” yang berarti “kocar-kacir, kacau atau berantakan”.
Endang Saifudin Ashari (1983: 9), memberikan pengertian tentang agama, yaitu sebagai berikut:
”Agama, religi, dien (pada umumnya) adalah suatu system credo (tata keyakinan atau tata keimanan). Atas adanya suatu yang mutlak diluar manusia dan suatu system ritus (tata pribadatan manusia) yang dianggapnya mutlak, serta norma (tata kaidah) yang menyatakan hubungan manusia dengan manusia dengan alam launnya, sesuai dengan jalan tata keimanan dan tata peribatan termaksud”.

4.      Kesenian.
Kesenian merupakan unsur kebudayaan universal yang sudah pasti akan didapatkan pada semua kebudayaan, semua bangsa yang hidup dimuka bumi ini. Baik bangsa yang hidup terpencil, maupun bangsa-bangsa yang sudah maju. Demikian juga bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri dari beberapa suku bangsa dan mendukung kebudayaan yang berbeda-beda itu tampak bahwa setiap suku bangsa itu mengembangkan bentuk-bentuk dan jenis-jenis kesenian yang beraneka ragam.
Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan, khususnya dalam kehidupan suku bangsa-suku bangsa di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas kehidupan lainnya, baik kehidupan spiritual, upacara religi dan adat, maupun aktivitas lainnya, seperti akivitas bercocok tanam, mendirikan rumah, dan menghormati serta menjamu tamu. Kesenian sering diartikan sebagai sarana atau alat mencurahkan perasaan keindahan manusia.
A.    Perkembangan Kebudayaan

Kebudayaan adalah semua hasil pengetahuan dan ciptaan manusia yang diperoleh dari belajar. Aspek kebudayaan dapat hilang apabila kurang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan diganti oleh aspek lain yang lebih berdaya guna. Sebaliknya aspeklain dapat bertambah sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia.perbuhan kebudayaan ini bias disebabkan oleh faktor internal dan eksternal dari masyarakat itu sendiri.
Faktor yang disebabkan oleh internal:
1.      Adanya kejenuhan atau ketidak puasan individu terhadap system nilai yang berlaku dalam masyarakat.
2.      Adanya individu yang menyimpang dari system yang berlaku.
3.      Adanya penemuan-penemuan baru (inovasi) yang diterima oleh anggota masyarakat dan membawa perubahan kebudayaan.
4.      Adanya perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk.
Faktor yang disebabkan oleh eksternal:
1.      Bencana alam: gunung meletus, banjir, gempa dan lain-lain.
2.      Peperangan.
3.      Kontak dengan masyarakat lain yang berbeda kebudayaan (pengaruh kebudayaan dari luar).
Penjalaran, penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu kelompok ke kelompok lain disebut difusi. Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan keseluruh penjuru dunia yang disebut proses difusi. Salah satu bentuk proses ini adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu kelompok ke kelompok lain ayau dari satu daerah ke daerah lain yang dibawa oleh sekelompok manusia yang bermigrasi.
Difusi dapat terjadi apabila:
1.      Adanya kontak atau hubungan yang intensif antara dua kelompok yang berbeda budaya.
2.      Tersedianya sarana komunikasi.
3.      Adanya rangsangan kedua belah pihak akan kebutuhan unsure baru.
4.      Adanya kesediaan mental kedua belah pihak untuk menerima unsur baru.
5.      Adanya kesiapan keterampilan untuk menerima unsur baru.
Ada 3 bentuk difusi:
1.      Difusi Ekspansi: suatu proses dimana informasi menjalar melalui suatu sarana seperti internet, televise dan lain-lain.
2.      Difusi Relokasi: informasi atau materi pindah meninggalkan daerah asal ke daerah baru, seperti transmigrasi.
3.      Difusi Cascadae: pelajaran melalui tingkatan, dari atas kebawah disebut top down.
Apabila hubungan antara dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya terus-menerus, terjadi saling toleransi, saling menghargai dan bersifat terbuka antar kedua belah pihak, maka lambat laun dua kebudayaan itu berbaur, saling menerima dan mengolah kebudayaan asing itu menjadi kebudayaan sendiri, hal ini disebut Akulturasi.
Akulturasi timbul jika suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Syarat utama terjadinya akulturasi adalah adanya kontak sosial dan komunikasi.  
Kebudayaan asing akan relative mudah diterima apabila:
1.      Tidak adanya hambatan geografis, seperti daerah bergunung relative akan sukar dijangkau, sehingga kontak dengan masyarakat luar akan sukar.
2.      Kebudayaan yang datang memberikan manfaat lebih besar apabila dibandingkan dengan unsure kebudayaan baru.
3.      Adanya persamaan dengan unsur kebudayaan lama.
4.      Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan.
5.      Kebudayaan yang datang bersifat kebendaan.
Asimilasi timbul jika ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang betbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk jangka waktu yang lama sehingga kebudayaan tadi masing-masing berubah sifat khasnya dan juga unsur-unsurnya berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
B.     Keaneka Ragaman Budaya Indonesia

Banyak orang bicara tentang kebudayaan. Di lain pihak orang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan cirri-ciri yang nampak pada sekeompok anggota masyarakat tertentu sehingga dapat dipergunakan untuk membedakan dengan kelompoik masyarakat yang lain. Ada pula yang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan tingkat kemajuan yeknologi yang didukung oleh tradisi tertentu untuk membedakan kebudayaan yang belum banyak menggunakan peralatan mesin dan teknologinya masih terbelakang. Timbul pertanyaan apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan kebudayaan apabila orang membicarakan tentang kebudayaan Indonesia.
Satu hal yang pasti, kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya.
Faktor lain yang perlu diingat walaupun setiap masyarakat mengembangkan kebudayaan sebagai perwujudan upaya menangani kebutuhan hidup sesuai tantangan lingkungan serta keterbatasan kemampuan masuing-masing, di dunia ini tidak ada kebudayaan yang asli dalam arti belum terkena pengaruh dari luar. Lebih-lebih setelah kemajuan teknologi pendukung, seperti teknologi komunikasi dan perhubungan semakin tumbuh dengan pesatnya. Tukar-menukar dan penyebebaran kebudayaan lewat kekerasan, seperti perang dan penindasan atas bangsa-bangsa lain bukan hal yang luar biasa.
Unsur kebudayaan lainya adalah system religi yang memberikan pedoman pada anggota masyarakat dalam memahami lingkungan semesta dan hubungannya dengan kekuatan gaib. System pengetahuan ini sangat penting artinya sebagai pedoman dalam menanggapi tantangan yang timbul dan harus dihadapi dalam proses penyesuaian masyarakat terhadap lingkungan dalam arti luas.
Sementara Clifford Geertz (1993), mencoba menyederhanakan aneka ragfam kebudayaan yang berkembang di Indonesia kedalam dua tipe yang berbeda berdasarkan okosistemnya, yaitu kebudayaan yang berkembang di “Indonesia luar”, yaitu diluar pulau jawa dan bali. Kebudayaan yang berkembang di “Indonesia dalam” itu ditandai tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan telah menggunakan tanah dengan sistem pengairan dan menghasilkan pangan padi yang ditanam disawah. Hildred Geertz (1981) menambahkan bahwa kebudayaan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hinduisme, dimana masyarakatnya sangat kuat orientasinya pada status disamping mengembangkan kesebnian yang sangat tinggi, terutama dipusat-pusat kekuasaan (keraton) yang sekaligus merupakan pusat peradaban pada masa itu. Selanjutnya, kebudayaan di pulau jawa mulai mengalami pergeseran terutama sejak masuknya pengaruh kebudayaan islam dan penjajah Belanda.
Pada hakikatnya, menurut Josellin de Jong, kebudayaan yang tersebar di Indonesia itu mempunyai landasan, antara lain berikut ini.
1.      Bahwa pada masa lampau masyarakat Indonesia itu terdiri dari beberapa persekutuan yang berlandasan ikatan kekerabatan yang menganut garis keturunan secara unilineal, baik melalui keibuan maupun kebapakan.
2.      Di antara persekutuan kekerabatan itu terjalin hubungan kawi secara tetap sehingga terjelma tata hubungan yang mendudukan kelompok kerabat pemberi pengantin wanita lebih tinggi daripada kedudukan  kelompok kerabat yang menerima pengantin wanita.
3.      Seluruh kelompok kekerabatan yang ada biasanya terbagi dalam dua puluh masyarakat yang dikenal dengan istilah antropologis “Moiety” yang satu sama lain ada dalam hubungan saling bermusuhan maupun dalam berkawan sehingga nampaknya persaingan yang diatur oleh adat.
4.      Keanggotaan setiap individu karenanya bersifat gandfa dalam arti bahwa setiap orang bukan hanya menjadi anggota kelompok kerabat yang unilineal, melainkan juga anggota kesatuan paruh masyarakat atau moiety.
5.      Pembagian masyarakat dalam dua paruh masyarakat itu mempengaruhi pengertian masyarakat terhadap isi semesta kedalam dua kelompok yang seolah-olah saling mengisi dalam arti serba dua yang dipertentangkan dan sebaliknya juga saling diperlukan adanya.
6.      Akibatnya juga tercermin dalam sistem penilaian dalam masyarakat yang bersangkutan. Ada pihak baik dan sebaliknya ada pula pihak yang jahat atau busuk.
7.      Seluruh susunan kemasyarakatan itu erat dihubungkan dengan sistem kepercayaan masyarakat yang bersangkutan, terutama yang berkaitan dengan kompleks totemisme yang didominasi dengan upacara-upacara keagamaam dalam bentuk rangkaian upacara inisiasi dan diperkuat dengan dongeng-dongeng suci baik yang berupa kesastraanataupun tradisi lisan.
8.      Sifat serba dua juga tercermin dalam tata susunan dewa-dewa yang menjadi pujaan masyarakat yang bersangkutan. Walaupun dikenal lebih dari dua dewa, mereka menggolongkan kedalam dua dolongan dewa yang baik dan dewa yang buruk. Dewa yang tergolong buruk atau busuk biasanya mempunyai sifat ganda, sebab disatu pihak ia digambarkan sebagai anggota masyarakat Dewa yang mewakili golongan atas dan yang dipuja.
9.      Tata susunan masyarakat Dewa itu ternyata mempengaruhi tata susunan kepemimpinan masyarakat dalam kehidupan politik yang sering kali merupakan pencerminan tentang kepercayaan yang berpangkal pada kehidupan dewata.